Kamis, 17 Maret 2016

BLOK MASELA - Seperti Kucing Dalam Karung



Apa yang akan diputuskan presiden dalam waktu dekat ini? Sulit ditebak. Soalnya, dua pendapat berbeda itu keluar dari mulut dua menteri yang menjadi jagoan presiden. Mereka, selama ini, sangat diandalkan untuk menghantam ‘musuh-musuh’ dalam selimut. Tapi kini mereka cek-cok mempertahankan pendapatnya dengan kepentingan berbeda.

Menko Rizal Ramli mengusulkan agar Blok Masela dikembangkan secana onshore. Alasannya, biaya yang dikeluarkan akan lebih ringan. Berdasarkan kajian Kemenko Maritim dan Sumber Daya, biaya pembangunan kilang darat (onshore) sekitar US$ 16 miliar. Sedangkan jika dibangun kilang apung di laut (offshore), nilai investasinya lebih mahal mencapai US$ 22 miliar. Dengan demikian, kilang di darat lebih murah US$ 6 miliar dibandingkan dengan kilang di laut.

Angka ini sangat berbeda dengan perkiraan biaya dari Inpex dan Shell. Keduanya kompak menyatakan, pembangunan kilang offshore hanya menelan dana US$ 14,8 miliar. Sedangkan pembangunan kilang di darat, mencapai US$ 19,3 miliar. Ini yang dipegang Menteri Sudirman Said.

Tapi Rizal punya kilah lain. Kata dia, Inpex dan Shell (pemegang saham Blok Masela) telah menggelembungkan anggaran pembangunan kilang di darat. Sebaliknya, mereka justru mengecilkan biaya pembangunan di laut.

“Kita tantang mereka, jika ternyata biaya pembangunan di laut membengkak melebihi US$ 14,8 miliar, maka Inpex dan Shell harus bertanggungjawab mendanai kelebihannya, tidak boleh lagi dibebankan kepada cost recovery. Faktanya Inpex tidak berani. Ini menunjukkan mereka sendiri tidak yakin dengan perkiraan biaya yang mereka buat,” papar Rizal.

Sudirman Said tak hendak mengalah begitu saja. Selain oleh SKK Migas, ia juga didukung oleh ekonom Faisal Basri. Menurut mantan Ketua Tim Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi itu, opsi pembangunan Blok Masela secara onshore tidak efisien dan sarat dengan kepentingan pihak-pihak yang mendukungnya.

Dalam opsi onshore, kontraktor harus membangun pipa sepanjang 600 kilometer. Sehingga, biaya yang dikeluarkan oleh kontraktor akan semakin besar, terlebih lagi kontraktor juga tidak mau keuntungannya berkurang. Oleh karena itu, Faisal menilai bagi hasil blok masela jika menggunakan skema onshore akan berbanding terbalik dengan offshore. “Pemerintah malah bisa 20%, nah mereka 80%,” kata Faisal.

Singkat kata, skema pembangunan onshore sarat kepentingan. Selain kepentingan pemilik pabrik pipa, juga menyangkut pembebasan lahan. Skema onshore membutuhkan sedikitnya 600 hektar lahan, sedangkan offshore hanya 40 hektar saja.

Akibatnya, pembangunan akan berlangsung lama dan mahal karena tersangkut pembebasan lahan. Benarkah perhitungan ini? Ini yang harus ditelaah oleh Jokowi. Sebab, sebelum dibuktikan di lapangan, Blok Masela seperti kucing dalam karung.



#ReviewWeekly





Link Banner

PERBANKAN

REVIEW

KASUS BISNIS

HALAL CORNER

KAJIAN MUSLIM

RENUNGAN

SEJARAH NUSANTARA

SEJARAH INDONESIA

SEJARAH DUNIA

EDITORIAL

DESTINASI INDONESIA

DESTINASI MANCANEGARA