Minggu, 06 Maret 2016

SUKARNO DAN WANITA (1) - Oetari dan Inggit Ganarsih

Di luar kisah dan intrik yang terjadi pada Sukarno dalam perjalanan politiknya, sang presiden juga punya petulangan cinta yang seru untuk diikuti. Tidak tanggung-tanggung, Sukarno punya sembilan orang wanita yang ia persunting sebagai istri. Kharisma dan serta rayuan-rayuan mautnya sukses membuat wanita-wanita ini jatuh hati kepada sosok Sukarno. Mereka pun ikut mewarnai kehidupan Sukarno, baik secara personal, maupun secara politis.

Perkawinan pertama Sukarno terjadi ketika Sukarno masih remaja. Ketika itu Sukarno yang baru berusia 20 tahun dan masih menimba ilmu di Surabaya tinggal di rumah kawan ayahnya, H.O.S Tjokroaminoto, pimpinan dari SI (Sarekat Islam). Di sana Sukarno bertemu dengan Oetari Tjokroaminoto yang merupakan putri H.O.S Tjokroaminoto.
Ketika itu Sukarno yang baru berusia 20 tahun dinikahkan dengan Oetari yang ketika itu baru berusia 16 tahun. Perbedaaan antara keduanya pun sangat besar, Sukarno yang ketika itu sudah sibuk terjun kedalam pergerakan politik disandingkan dengan Oetari yang masih bersifat kekanak-kanakan. Pernikahan keduanya hanya bertahan seumur jagung, Oetari yang pada awalnya ikut pindah ke Bandung bersama Sukarno untuk melanjutkan pendidikannya di THB (Technische Hoogeschool te Bandoeng - sekarang ITB –red) pun dipulangkan kerumah kedua orang tuanya di Surabaya. 

Oetari Tjokroaminoto

Sukarno yang waktu itu masih berstatus sebagai suami dari Oetari sedang mencari tempat tinggal di Bandung. Tempat pertama yang dituju adalah rumah dari Haji Sanoesi di Jalan Kebon Jati, kawan dari mertua Sukarno, H.O.S Tjokroaminoto yang merupakan seorang pengusaha dan aktifis dari Sarekat Islam. Disana Sukarno bertemu Inggit yang merupakan istri dari Haji Sanusi. Singkat cerita setelah Sukarno menceraikan dan mengantarkan pulang Oetari ke rumah orangtuanya di Surabaya dan Haji Sanusi menceraikan Inggit, Sukarno langsung mempersunting Inggit pada tahun 1923. Pada waktu itu Sukarno berusia 22 tahun sedangkan Inggit sudah berusia 36 tahun. Inggit adalah seorang wanita yang tangguh, meskipun ia tidak pernah terjun secara langsung membantu politik suaminya, tetapi Inggit menjadi penopang keluarganya dengan berjualan bedak dan jamu. Dengan berjualan itu, Inggit bisa membiayai sekolah Sukarno di THB dan menyediakan makanan serta keperluan hidup mereka. Pada saat Sukarno masuk penjara, Inggit berjalan kaki dari rumahnya ke penjara Sukamiskin setiap hari untuk mengantarkan makanan. Bahkan ketika Sukarno hampir bertekuk lutut dan menyerah, Inggitlah yang menopang Sukarno untuk kembali berdiri diatas kakinya. 

Inggit Ganarsih
Titik balik kehidupan Inggit terjadi ketika Sukarno diasingkan di Bengkulu. Sukarno yang jatuh cinta kepada Fatmawati membuat Inggit mengambil keputusan untuk kembali ke Bandung karena beliau berpegang teguh pada prinsipnya untuk tidak dimadu. Sesuai dengan judul biografi beliau yang ditulis Ramadhan K.H, “Kuantar ke Gerbang” pada tahun 1943, 2 tahun sebelum Indonesia mencapai kemerdekaanya. Sukarno bercerai dengan istri yang menjadi inspirasi & penopangnya selama 20 tahun masa-masa sulit sebelum kemerdekaan Indonesia diproklamasikan.



(Jasmerah #001) 






0 komentar:

Posting Komentar

Link Banner

PERBANKAN

REVIEW

KASUS BISNIS

HALAL CORNER

KAJIAN MUSLIM

RENUNGAN

SEJARAH NUSANTARA

SEJARAH INDONESIA

SEJARAH DUNIA

EDITORIAL

DESTINASI INDONESIA

DESTINASI MANCANEGARA