Selasa, 15 Maret 2016

HONGKONG - Nuansa Desa Di Saat Imlek


Saat Tahun Baru Imlek tiba, segala hal menjadi bernuansa sangat Tiongkok di Hong Kong. Di antara pemandangan sehari hari seperti bebek panggang yang digantung, kuil dengan kepulan asap dupa, dan riuh suara gemerincing di tempat permainan mahjong, kota ini mendadak dipenuhi nuansa perayaan khas Tiongkok.

Di sekeliling Anda, tampak lampion merah yang menyala, jaket sutra bersulam alias tangzhuang, dengan saku-saku yang dipenuhi amplop angpao alias lai see, dan bait-bait puisi yang ditempelkan di sekitar pintu. Meja-meja perjamuan pun ditata, kembang api menghiasi angkasa, dan udara dipenuhi doa untuk melimpahnya berkah dan rezeki.

Dan selama beberapa hari kota akan menjadi sepi—jalan-jalan tampak lengang, dan pasar pun sepi karena ditinggalkan penduduknya untuk keluar kota, kembali ke kampung halaman ataupun desa guna berkumpul bersama keluarga.

Perjalanan ke luar kota seperti mereka juga dapat dilakukan oleh wisatawan. Wisata ke daerah yang tidak terlalu ramai namun dengan nuansa spiritualitas yang kental. Kapan pun sepanjang tahun, tak hanya pada saat Tahun Baru Imlek, kita dapat menemukan sudut-sudut di wilayah Daerah Administratif Khusus Hong Kong seluas 1.100 km2 (meskipun relatif berdekatan) bernuansa jauh berbeda dibandingkan pusat kota di abad ke-21 dan juga lebih tradisional, kental dengan nuansa khas Tiongkok.

Hanya 30 menit perjalanan dari distrik Central mampu membawa kita ke tempat yang berbeda ke kota-kota dagang di New Territories dan desa-desa nelayan di Outlying Islands.

Di sinilah kita meninggalkan suasana  kota besar dan membiasakan diri dengan nuansa Desa Hong Kong.


Salah satu perhentian kereta bawah tanah di Kowloon Bay di ujung timur pulau Hong Kong, Yau Tong, adalah stasiun MTR raksasa yang melayani penumpang dari kawasan perumahan padat di sekitarnya. Akan tetapi Anda dapat mengikuti rambu-rambu untuk pejalan kaki, dan dengan berjalan kaki selama 10 menit akan membawa Anda ke pelabuhan untuk kapal-kapal kecil, dengan Desa Lei Yue Mun yang tak jauh dari situ.


Dari kejauhan, desa ini tampak sepi namun menarik, desa berisi bangunan bertingkat rendah dengan tempat tinggal dan gudang yang berdiri berdampingan. Namun ketika Anda memasuki desa ini lebih jauh, Anda bisa menemukan banyak gang tersembunyi dan berliku, dengan barisan pedagang ikan, restoran seafood, dan warung-warung kecil yang menjual biskuit buatan sendiri atau tiram kering. Di hari kerja, gang-gang ini adalah tempat para kuli mengangkut ikan segar ke truk-truk yang menunggu, namun di tiap akhir pekan gang-gang ini dipenuhi warga kota yang datang untuk merasakan nikmatnya bersantap di daerah tepi laut, seraya jeda sejenak dari restoran-restoran besar di kota.

Di ujung lain Hong Kong, berlokasi di sekitar muara sungai pada tepi barat Pulau Lantau, terdapat desa nelayan lain bernama Tai O yang telah menjadi tujuan populer bagi para warga kota yang tertarik untuk mencelupkan kakinya ke dalam sungai dari sebuah kota di masa lalu. Keunikan Tai O adalah rumah panggung di tepi sungai alias pang uk, papan titian, serta toko-toko ikan asin dan terasinya. Banyak dari 300 bangunan di sana dilapisi seng sebuah tindakan pencegahan kebakaran yang dilakukan setelah sepertiga desa tersebut habis dilalap api pada tahun 2000, hingga mengakibatkan 90 keluarga kehilangan tempat tinggal.


Yang patut diketahui tentang Tai O ini adalah tersedianya kemudahan akses untuk menikmati tamasya di atas air. Perahu wisata beroperasi di desa tersebut hingga ke Sungai Pearl yang merupakan muara pantai; perahu kayak pun tersedia bagi mereka yang ingin membakar kalori, dan sejumlah perjalanan wisata malah mencapai daerah yang jauh ke tengah laut guna mendapatkan penampakan lumba-lumba pink.


Di kawasan bebas kendaraan bermotor Pulau Cheung Chau, suasananya sungguh berbeda. Sebuah kota kecil nan dinamis berada di tengah pulau dengan pelabuhan dan dermaganya yang selalu sibuk serta pantai di sisi lainnya. Dari kota penghubung ini, tersedia akses ke segala penjuru, baik ke menara pandang di sebelah utara, pantai terpencil di bagian selatan, dan gua yang dahulu pernah ditempati oleh bajak laut (sayangnya, tidak terdapat peti harta karun) di sebelah barat daya.

Kini, yang mungkin Anda temui di Hong Kong hanyalah barang-barang murah di pasar terbuka Kowloon. Perairan dan daratan ini memang memiliki banyak daya tarik untuk beragam jenis barang selama berabad abad. Para perampok di masa lalu telah memaksa banyak warga desa di lembah lembah dan dataran rendah di bagian utara Hong Kong ini untuk membangun basis pertahanan sejak seabad lalu.

Kat Hing Wai adalah contoh utama dari desa benteng di New Territories. Namun sayangnya, letak desa ini agak terpencil. Selain daya tarik para nenek dengan topi lebar tradisional yang ditutup kain, dan duduk di pintu gerbang (sebagai objek foto berbayar HKD10 per model!), daerah ini juga sangat menarik bagi para sejarawan sejati.


Kegiatan menyenangkan lainnya adalah Lung Yeuk Tau Heritage Trail, jalan santai selama dua jam di pedesaan mulai dari Fanling (kota kecil di utara, yang dapat dicapai melalui Jalur Rel Timur). Kegiatan santai ini membawa pengunjung ke beberapa desa bersejarah (lima di antaranya sudah memiliki tembok permanen) melewati kuil-kuil kuno dan Aula Leluhur Tang Chung Ling yang telah ada sejak abad ke-16. Dan dalam perjalanan menuju Fanling, terdapat Pasar Tai Po yang nyaman untuk tempat mampir dan makan. Di daerah inilah terdapat Hong Kong Railway Museum (dibangun pada tahun 1913) dan pasar kaki lima berusia berabad-abad di mana rakyat membawa sayuran dan rempah-rempah hasil kebun lokal untuk dijual.


Kembali ke antara menara-menara pencakar langit di pusat Kota Hong Kong, tak jauh dari Central di mana banyak dari perjalanan kita dapat dimulai, Anda tidak perlu jauh-jauh mencari lingkungan bersuasana desa. Cukup berjalan dari Hollywood Road, ada distrik PoHo yang merupakan tempat bersantai penuh gaya dengan kafe, restoran, dan butik. Dan tak terlalu jauh dari sana, Sai Ying Pun adalah simbol pedesaan di tengah kota. Distrik ini mempunyai aneka susunan, terfokus di sekitar jalan-jalan di dataran rendah (yang terkadang curam) lereng Victoria Peak. Selain komunitas penduduk asli, berkembang pula populasi ekspat dan kaum “yupster” serta kawasan kuliner yang padat sekaligus memiliki keberagaman kuliner.

Tempat ini membantu pengunjung untuk merasakan suasana pedesaan Hong Kong sejati. Jika Anda tidak dapat mendatangi Pasar Tai Po, Anda bisa datang ke Locofama untuk menyantap hidangan Tiongkok kontemporer yang menggunakan bahan sayuran lokal organik; jika restoran seafood Cheung Chau berada di luar jangkauan, cobalah Fish School untuk menikmati ikan lokal segar pilihan dari koki David Lai. Bak simpul kekal Tiongkok, Hong Kong sedang menantikan simpulnya diurai, dilepas, dieksplorasi baik di pedesaannya yang terpencil, ataupun di jantung kota besarnya yang dinamis.



#VisindoAgensiTama


 



0 komentar:

Posting Komentar

Link Banner

PERBANKAN

REVIEW

KASUS BISNIS

HALAL CORNER

KAJIAN MUSLIM

RENUNGAN

SEJARAH NUSANTARA

SEJARAH INDONESIA

SEJARAH DUNIA

EDITORIAL

DESTINASI INDONESIA

DESTINASI MANCANEGARA