Senin, 14 Maret 2016

KEGADUHAN YANG TIDAK TERDENGAR



Kegaduhan di internal Kabinet Kerja Pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla belakangan ini seperti hilang setelah Presiden bersuara keras. Apalagi, kemudian ada sinyal dari Istana tentang pergantian menteri alias reshuffle kabinet meski dengan catatan. Berbagai kegaduhan yang muncul karena silang pendapat satu dan dua menteri yang muncul ke permukaan. Semua itu pasti menjadi beban tersendiri bagi Presiden Jokowi.

Presiden Jokowi sebenarnya sudah tepat menyebut pemerintahan nya sebagai Kabinet Kerja dengan jargon ‘kerja, kerja, kerja’. Presiden dan para pembantunya harus bekerja ekstra keras untuk menyelamatkan perahu bangsa ini dari hantaman badai topan perekonomian dunia. Tidak cukup dua kali, tetapi harus tiga kali lipat, kerja yang diinginkan oleh Presiden Jokowi.

Persoalan yang dihadapi pada 2016 tidak lebih ringan dibandingkan dengan tahun lalu. Sebagian malah menyebut periode 12 bulan ini justru tahun pertaruhan bagi Pemerintahan Jokowi. Kalau pemerintahan sekarang mampu melewati tahun ini dengan pencapaian yang mentereng, periode-periode selanjutnya pasti lebih mudah.

Sebaliknya, kalau tahun ini penuh dengan rapor merah, kepercayaan publik terhadap Presiden Jokowi pastinya makin tergerus. Melalui Staf Khusus bidang Komunikasi Johan Budi, Presiden menyatakan keprihatinan atas kegaduhan yang muncul ke publik karena para menteri berselisih paham bahkan dengan saling menyalahkan di media massa.

Dalam bahasa Johan Budi, “Presiden tidak happy.” 

Yang patut dicatat, ungkapan perasaan Presiden Jokowi pada awal bulan ini bukanlah yang pertama kali. Setidaknya sudah dua kali Presiden mengungkapkan kekecewaan karena persoalan yang sama.

Tentu bukan hanya soal kegaduhan yang muncul di publik yang harus menjadi perhatian Presiden. Kabinet ini harus satu suara untuk menyelesaikan persolan besar bangsa ini. Bagaimana ceritanya kalau ternyata ada kementerian yang tidak mendukung apa yang dijalankan oleh kementerian lain.

Presiden Jokowi harus tegas, bukan cuma bisa memaksa para menterinya agar ‘berdamai’. Tidak cukup hanya menginginkan ‘perdebatan boleh terjadi di sidang kabinet’. Sebagai pemimpin , Jokowi harus mampu memberi tekanan kepada para pembantunya untuk bekerja sesuai dengan arahan yang dia berikan.

Untuk itu, Presiden Jokowi harus berani cepat mengambil keputusan atas persoalan yang menjadi silang-sengketa para pembantunya. Menunda penyelesaian untuk menghentikan polemik tidak selamanya berdampak positif bagi pemerintahan ini. Menunda bisa saja diartikan sebagai bentuk ketidaktegasan sikap bukan gambaran kehati-hatian dalam mengambil keputusan.

Ancaman pergantian menteri yang disampaikan oleh Presiden Jokowi pada pekan lalu menyangkut dwelling time, juga patut menjadi perhatian. Kalau memang reshuffle kabinet menjadi pilihan Presiden Jokowi, lakukan itu dengan pertimbangan yang matang dalam waktu sesingkat-singkatnya. Jangan juga terlalu menunda-nunda karena takut dukungan politik berkurang misalnya.

Kalau ternyata Presiden tidak bermaksud untuk me-reshuffle kabinet jangan terlalu sering mengumbar ancaman. Dalam bentuk apapun, ancaman pasti memunculkan rasa tidak nyaman bagi orang yang merasa mendapatkan ancaman.

Kegaduhan di publik melalui media massa tidak lagi terdengar karena memang persoalan yang selama ini mengganjal di antara para pembantu Presiden itu sudah beres. Kita tentu tak ingin menyaksikan bahwa kegaduhan tidak terdengar lagi karena para menteri khawatir ‘dimarahin’ oleh Presiden Jokowi.

Tidak ada pilihan lain, Presiden harus memastikan kabinet benar-benar solid dalam menjalankan rencana-rencana besar pemerintah. Kabinet yang solid saja belum tentu bisa menyelesaikan persoalan yang tengah dihadapi bangsa ini—terutama karena faktor eksternal menyangkut perekonomian global—apalagi kalau kabinet pecah.

Belum lagi persoalan internal misalnya menyangkut penerimaan negara yang hampir pasti turun karena Rancangan Undang Undang tentang Tax Amnesty belum bisa dijalankan. Presiden Jokowi harus pandai-pandai untuk memaksa Parlemen segera menyelesaikan beleid tersebut.



#BisnisIndonesia


 


0 komentar:

Posting Komentar

Link Banner

PERBANKAN

REVIEW

KASUS BISNIS

HALAL CORNER

KAJIAN MUSLIM

RENUNGAN

SEJARAH NUSANTARA

SEJARAH INDONESIA

SEJARAH DUNIA

EDITORIAL

DESTINASI INDONESIA

DESTINASI MANCANEGARA