Rabu, 09 Maret 2016

KESULTANAN OTTOMAN (2)


Dalam bahasa Turki Utsmaniyah, kesultanan ini disebut Devlet-i ‘Aliyye-yi ‘Osmâniyye (دَوْلَتِ عَلِيّهٔ عُثمَانِیّه), atau Osmanli Devleti (عثمانلى دولتى). Dalam bahasa Turki Modern, kesultanan ini dikenal dengan sebutan Osmanli Devleti atau Osmanli İmparatorluğu. Di sejumlah tulisan Barat, nama "Ottoman" dan "Turkey" dipakai bergantian. Dikotomi ini secara resmi berakhir pada tahun 1920–1923 ketika rezim Turki yang beribu kota di Ankara memilih Turki sebagai nama resminya. Nama tersebut sudah digunakan penduduk Eropa sejak zaman Seljuk.

Pemerintahan Mehmed IV menandai berubahnya kekuatan sultan secara signifikan. Urusan pemerintahan seluruhnya diserahkan kepada wazir agung. Untungnya, Köprülü Mehmed Pasha yang menjabat sebagai wazir agung saat itu adalah administrator yang cakap. Di bawah komandonya, Ottoman berhasil merebut kembali Kepulauan Aegea dari Republik Venesia. Kas negara yang merosot akibat korupsi pun berhasil diisi kembali dengan berbagai reformasi ekonomi.

Sayangnya, penerusnya, Kara Mustafa Pasha tidak sekompeten diri Mehmed Pasha. Pasukan Ottoman mengalami kekalahan telak di Wina pada tahun 1683. Enam belas tahun kemudian, Hongaria yang selama ini dikuasai oleh Ottoman pun direbut oleh Wangsa Habsburg.

Di akhir abad ke-17, ancaman baru untuk Kesultanan Ottoman pun muncul dari utara. Setelah reformasi ekstensif, Peter I, atau Peter Agung berhasil mengubah Rusia menjadi kekuatan besar. Pada tahun 1697, benteng pertahanan Ottoman di Laut Hitam, yakni Kota Azov pun dikuasai oleh Rusia.

Periode Tulip mewarnai sebagian besar pemerintahan Sultan Ahmed III yang berkuasa dari tahun 1703 sampai 1730. Periode ini mendapatkan namanya jadi meledaknya popularitas bunga tulip di kalangan bangsawan Ottoman saat itu. Di masa ini, Ottoman mulai mengorientasikan jati diri mereka dengan negara-negara Eropa. Seni budaya dan industri negara berkembang pesat. Rumah percetakan pertama Ottoman yang mencetak buku-buku dengan aksara Arab pun baru diresmikan pada periode ini setelah akibat sebelumnya ditahan karena masalah religius. Periode yang relatif stabil ini akhirnya berakhir dengan pemberontakan Patrona Halil. Sultan Ahmet III pun diturunkan dari tahtanya dan digantikan oleh Sultan Mahmud I.

Kekalahan melawan Rusia pada tahun 1768-1774 membuat Sultan Selim III yang memerintah sejak tahun 1789 untuk melakukan reformasi militer. Para janissary yang merasa posisinya terancam akibat reformasi ini pun langsung menyerang Sultan Selim III. Ia pun diturunkan dari tahtanya. Para janissary pun mengangkat Mustafa IV, saudaranya menjadi sultan baru. Baru setahun ia memerintah, Mustafa IV harus turun tahta akibat pemberontakan.

Sultan Mahmud II, pengganti Mustafa IV melakukan reformasi ekstensif di bidang politik, ekonomi dan militer dan berharap dapat mengejar ketertinggalan dari negara-negara Eropa. Langkah awal yang ia lakukan adalah membubarkan janissary pada tahun 1826 yang selama ini bagaikan duri dalam daging. Reformasi-reformasi yang dinamakan Tanzimat ini nantinya akan dilanjutkan oleh penerus-penerusnya.

Sayangnya, reformasi tersebut dibarengi oleh berkembang pesatnya semangat nasionalisme di daerah-daerah jajahan kesultanan. Perang Kemerdekaan Yunani yang berakhir di 1832 dengan kemenangan Yunani menjadi awal dari pemberontakan-pemberontakan nasionalis di berbagai wilayah kekuasaan Ottoman. Romania, Serbia dan Montenegro pun menjadi merdeka pasca Perang Rusia-Turki pada tahun 1877–1878.

Sultan Abdul Hamid II yang memerintah dari tahun 1876 sampai 1909 adalah sultan terakhir Ottoman yang mempunyai kekuatan eksekutif atas kesultanan. Ia menggantikan pamannya, Sultan Abdul Aziz yang dimakzulkan oleh Midhat Pasha, dan menteri-menteri liberal lainnya yang mengharapkan monarki konstitusional. Abdul Hamid II pun berjanji kepadanya untuk segera membentuk konstitusi pada tahun 1876 sebelum akhirnya membatalkannya setahun kemudian dan menjebloskan Midhat Pasha ke penjara.
Sultan Abdul Hamid II
Setelah kekalahan perang melawan Rusia pada tahun 1878, Sultan Abdul Hamid II pun mencoba mendekati Jerman untuk menyelamatkan apa yang masih tersisa dalam kesultanan. Hal ini berbuah positif. Kedua Negara pun terikat aliansi, dan Jerman mengirimkan beberapa penasehat militernya untuk membantu reorganisasi pasukan Ottoman. Di tahun 1908, gerakan Young Turks, sekelompok opsir militer yang menuntut pemerintahan parlementer pun memberontak dan menurunkan Sultan Abdul Hamid II dari tahtanya. Ia digantikan oleh Mehmed V. Di tahun 1913 Pemimpin Young Turks, Enver Pasha berhasil mengusir Wazir Agung Kamil Pasha dan mengambil alih kekuasaan atas kesultanan. Ia dianggap sebagai arsitek Genosida Armenia yang sampai sekarang masih kontroversial.
Enver Pasha
Perang Dunia I pun akhirnya meletus pada tahun 1914. Ottoman tergabung dalam pihak Kekuatan Sentral bersama Jerman, Austria-Hongaria dan negara-negara lain untuk melawan Sekutu yang terdiri dari Britania Raya, Prancis, Rusia. Setelah peperangan selama empat tahun, Sekutu keluar sebagai pemenang. Traktat Sevres pun ditandatangani dan secara sistematis memecah belah wilayah negara Ottoman. Kaum nasionalis yang malu dan menolak hasil perjanjian tersebut pun memberontak di bawah pimpinan Mustafa Kemal Ataturk. Mendapatkan bantuan persenjataan dari kaum komunis Bolshevik di Rusia yang baru saja mengalami revolusi, kaum nasionalis pun berhasil mengusir Sekutu dari Turki, dan menurunkan Sultan Mehmed VI dari tahtanya pada tanggal 1 November 1922, dan mengakhiri sejarah kesultanan selama 623 tahun. Republik Turki pun lahir dari abu kematian Ottoman. Khilafah sebagai institusi tetap berlanjut sampai dibubarkan pada tanggal 3 Maret 1924.
Turunnya Sultan Mehmed VI

#Jasmerah003

1 komentar:

Link Banner

PERBANKAN

REVIEW

KASUS BISNIS

HALAL CORNER

KAJIAN MUSLIM

RENUNGAN

SEJARAH NUSANTARA

SEJARAH INDONESIA

SEJARAH DUNIA

EDITORIAL

DESTINASI INDONESIA

DESTINASI MANCANEGARA